ETIKA PROFESI
AKUNTANSI
MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)
Nama Kelompok : 3 (4EB15)
1. Laksmi Pratiwi (24211060)
2. Luna Annisa (24211154)
3. M.Handy (24211198)
4. Marlia Dewi (24211313)
5. Michael Yonathan (24211465)
6. Nadira Widya Widjaja
(25211073)
7. Nuraini (25211335)
8. Nurbayina Aisiah (25211340)
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
JAKARTA
2014
LATAR
BELAKANG KASUS
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)
terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor
dan stakeholder lainnya. Kasus
ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal
apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian
sebesar Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang
juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK
dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian
diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1. Pajak pihak
ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam
laporan keuangan itu dimasukkan
sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar
surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2
Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan
Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan
perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan
inventarisasi tahun 2002 diakui
manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun.
Pad akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6
Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya
dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal
negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31
Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan
kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya
telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan
keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI
tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang
baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan
keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi
sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan
yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah
selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu
penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi
berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005
disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat
kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan
masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada
penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak
tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta
api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang
mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut
profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap
kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi
yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan
kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak
membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui
kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala
bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian
khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
PEMBAHASAN
KASUS
- Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi
Laporan Keuangan PT KAI yang
dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi
terjadinya manipulasi.
- Analisis
5 Question Approach:
• Profitable
1. Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI
karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun
pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak
manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.
2. Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan
& Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian.
• Legal
1.
PT KAI
melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek,
setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung:
1.
Menipu atau
mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
2.
Turut serta
menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
3.
Membuat
pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan
fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai
keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain
atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU
No.8 Tahun 1995 yang menyatakan:
“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu
atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan,
menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan
dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten
dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
(2) KAP S. Manan & Rekan melanggar Standar Profesi Akuntan Publik
(SPAP)
• Fair
Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan
publik/masyarakat dan pemerintah.
1) Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang
menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT.
KAI menjadi tidak akurat/salah.
2) Pemerintah; dirugikan karena
dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih
kecil.
• Right
1) Hak-hak Publik; dirugikan karena
investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil
menjadi salah/tidak akurat.
2) Pemerintah; dirugikan karena pajak yang
diterima pemerintah menjadi lebih kecil.
• Suistainable Development
1) Rekayasa yang
dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka panjang,
karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen
(motivasi bonus).
3. Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam
hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum
sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan
yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1) Tanggung jawab profesi ;
Dimana
seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua
kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab
karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2) Kepentingan Publik ;
Dimana
akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan
dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga
sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami
keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena,
apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI
bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3) Integritas ;
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi.
Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga
telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4) Objektifitas ;
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau
tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif
karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5) Kompetensi dan kehati-hatian professional ;
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI
tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan
yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita
kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6) Perilaku profesional ;
Akuntan
sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan
keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7) Standar teknis ;
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya
harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan
tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT
Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga.
Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan
tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
4. Sikap Yang Diambil :
1)
Manajemen PT KAI
a) Melakukan koreksi atas salah saji
atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai
persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan
pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
b) Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan
berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.
2) KAP S.
Manan & Rekan & Rekan
a) Melakukan jasa profesional
sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi
profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesioreksi
b) Melakukan koreksi atas opini yang telah
dibuat
c) Melakukan konferensi pers
dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan
opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi
dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama
di masa yang akan datang.
5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang
1) Membangun kultur perusahaan yang baik;
dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh
aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2) Mendahulukan kepentingan publik daripada
kepentingan publik.
3) Merekrut manajemen baru yang memiliki
integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan
akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4) Memperbaiki sistem pengendalian internal
perusahaan.
5) Corporate Governance dilakukan oleh
manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan
kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan,
kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6) Transaction Level Control Process yang
dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih
bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya
transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
7) Retrospective Examination yang dilakukan
oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar
dan membahayakan perusahaan.
8) Investigation and Remediation yang
dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan
yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa
memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan
keuangan atau penyalahgunaan asset.
9) Penyusunan Standar yang jelas mengenai
siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun
struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa
ada pengecualian yang tidak masuk akal
10) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk
mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah
memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”.
Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut,
tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya
ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
11) Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses
bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan
sangsi tanpa kompromi.
Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.
Daftar Pustaka :
Agoes, Sukrisno dan I Cendik Ardana. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
2009
Leonard J. Brooks. Business &
Professional Ethics for Accountans. South Western Collage Publishing. 2004
IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia.
1998
www.google.com
Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5
Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006
Soal
1.
Setya
Nugroho (kelompok 6)
Pihak mana yang
merugikan laporan keuangan PT KAI, tersebut?
2.
Zacky
Hazazi (kelompok 5)
Data apa saja yang
dimanipulasikan oleh PT KAI?
3.
Ibu
Erna
Setelah melakukan
salah saji dalam laporan keuangan yang
sudah di audit. Apa yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki laporan
keuangan yang sudah di audit?
Jawaban
1.
Publik (investor); dirugikan
karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil
berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka
pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
2.
Melakukan koreksi atas salah
saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan
nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan
pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
3.
Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. Perbaikan sistem
akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di
perusahaan. Memilih auditor yang benar-benar
kompeten dan profesional. Harus ada upaya untuk
membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak
boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau
dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api
sedang diproses disana.Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena
esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan
masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan
Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada
pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite
audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. Komite Audit berperan
aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari
penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi
kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar