BAB 5. HUKUM PERJANJIAN
A.
STANDAR
KONTRAK
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2
yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.
Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
B. MACAM-MACAM PERJANJIAN
Berdasarkan
waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
·
Perjanjian
kerja waktu tertentu (PKWT)
·
Pekerjaan
waktu tidak tertentu (PKWTT)
·
Sedangan
berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
·
Tertulis
·
Lisan
C.
SYARAT
SAH PERJANJIAN
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian
yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian
harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1.
Kesepakatan
Yang dimaksud dengan
kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima
atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau
kekhilafan.
2.
Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3.
Hal tertentu
Maksudnya objek yang
diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak
boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada
pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak
tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa,
ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
D. SAAT
LAHIRNYA PERJANJIAN
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk
menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu:
1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini,
perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
2. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat
pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos
dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.
3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat
lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh
pihak yang menawarkan.
4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat
tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan
saat lahirnya perjanjian.
E.
PEMBATALAN
DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
à Penyebab Pembatalan Perjanjian
·
Pekerja
meninggal dunia
·
Jangka waktu
perjanjian kerja berakhir
·
Adanya
putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
·
Adanya
keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
·
Pelaksanaan
Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/pengertian-perjanjianmacam-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar