Just Droping To say HI !!!!DesiSmileys.com

Sabtu, 04 April 2015

SOFSKIL VALUTA ASING

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN TRANSLASI
Perlakuan-perlakuan akuntansi menyebabkan penyesuaian-penyesuaian intemasional ini sama beragamnya dengan prosedur-prosedur translasi yang melatarbelakanginya. Karenanya, solusi-solusi yang masuk akal atas masalah bagaimana memperlakukan “keuntungan atau kerugian” translasi ini sangat dibutuhkan.
Pendekatan-pendekatan atas akuntansi bagi penyesuaian translasi dimulai dari pendekatan deferral (penundaan) hingga pendekatan yang tidak mengharuskan penundaan sama sekali, dengan perlakuan-perlakuan hibrida diantara keduanya.
Mayor deferal. Memasukkan penyesuaian-penyesuaian translasi dalam laba berjalan secara umum umum ditentang dengan alasan bahwa penyesuaian-penyesuaian tersebut hanyalah produk dari proses penyajian ulang. Yaitu, perubahan-perubahan dalam valuta domestik ekivalen dari aktiva bersih perusahaan anak di luar negeri “belum terealisasi”, tidak memiliki efek atas arus kas valuta lokal yang ditimbulkan oleh entitas di luar negeri yang mungkin sedang melakukan investasi ulang atau membayar kembali kepada perusahaan induk. Memasukkan penyesuaian-penyesuaian semacam itu dalam laba berjalan, dengan demikian, akan menyesatkan. Dalam situasi-situasi ini, penyesuaian translasi harus diakumulasikan secara terpisah sebagai bagian dari ekuitas konsolidasi.
Meskipun begitu, pendekatan deferral, mungkin ditentang dengan alasan bahwa nilai tukar tidak kembali ke keadaan semula dengan sendirinya. Bahkan jika hal itu terjadi, penyesuaian-penyesuaiati deferral atau transaksi akan didasari pada prediksi nilai tukar, upaya yang paling susah dalam praktik. Situasi-situasi bisa timbul dimana hasil-hasil operasi mengalami salah saji hanya karena kesalahan peramalan. Bagi beberapa pihak, penundaan kerugian atau keuntungan translasi menutupi perilaku perubahan nilai tukar; yaitu, perubahan-perubahan kurs merupakan fakta historis dan pemakai-pemalcai laporan keuanganakan terlayani dengan baik jika dampak-dampak fluktuasi nilai tukar dicatat ketika dampak-dampak ini muncul. Menurut FAS No. 8(paragraf 199), “Kurs selalu berfluktuasi; akuntansi seharusnya tidak memberi kesan bahwa kurs tersebut stabil”.
Deferral dan Amortisasi. Beberapa pengamat menyukai penundaan keuntungan dan kerugian translasi dan mengamortisasikan penyesuaian-penyesuaian ini selama usia item-item neraca yang bersangkutan. Apresiasi marka terhadap dolar antar tanggal konsolidasi menghasilkan kerugian translasi. Berdasarkan asumsi bahwa biaya dari aset termasuk pengorbanan yang diperlukan untuk mengurangi dan menghapus kewajiban yang terkait, kerugian translasi akan diperlakukan sebagai bagian dari biaya aset yang bersangkutan dan diamortisasikan menjadi beban selama usia produktif aset Tersebut.
No deferral. Pilihan ketiga dalam akuntansi bagi keuntungan dan kerugian translasi adalah dengan mengakui kerugian atau keuntungan tersebut dalam laporan laba-rugi secepatnya. Penundaaan macam apapun dianggap semu dan menyesatkan. Selain itu, kriteria-kriteria penundaan dianggap tidak mungkin diimplementasikan dan secara internal tidak konsisten. Jadi, pendekatan tradisionalnya adalah mengakui kerugian dengan segera tetapi hanya mengakui keuntungan sejauh keuntungan tersebut telah terealisasi. Walaupun bersifat konservatif, penundaan keuntungan translasi semata-mata dilakukan karena keuntungan “menolak” bahwa perubahan kurs telah terjadi.
Memasukkan keuntungan dan kerugian translasi dalam laba berjalan, sayangnya, berarti melibatkan elemen random dalam laba yang bisa mengakibatkan gejolak laba yang signifikan setiap kali nilai tukar berubah. Selain itu, memasukkan keuntungan dan kerugian “di atas kertas” semacam itu ke dalam laba yang dilaporkan bisa menyesatkan pembaca laporan keuangan, karena penyesuian-penyesuaian ini tidak selalu menyediakan informasi yang cocok dengan dampak ekonomi yang diharapkan dari perubahan kurs atas arus kas perusahaan.
Dari komentar-komentar diatas prosedur-prosedur translasi, jelas bahwa tujuan-tujuan dari translasi memiliki hubungan penting dengan hakekat dari setiap potensi penyesuaian translasi. Karenanya, jika suatu prespektif valuta lokal dipertahankan ( prespektif perusahaan lokal ), memasukkan penyesuaian translasi dalam laba berjalan tidak diperlukan. Keuntungn atau kerugian translasi harus ddiperlakukan disini sebagai penyesuaian terhadap modal, yang menyerupai perlakuan akuntansi bagi dampak-dampak perubahan tingakat harga umum.

PERDEBATAN AKUNTANSI TRANSLASI
Praktik akuntansi mata uang asing telah berkembang seiring waktu dalam respons terhadap meningkatnya kompleksitas operasional multinasional dan perubahan dalam sistem moneter internasional
·         Pra-1965
Sebelum 1965 praktik translasi mata uang asing pada banyak perusahaan AS dipandu oleh Bab 12 Accounting Research Bulletin No.43. Pernyataan tersebut mengadvokasi metode current-noncurrent. Keuntungan dan kerugian transaksi ditambahkan secara langsung terhadap pendapatan. Keuntungan dan kerugian translasi mata uang asing dimasukkan ke dalam keuntungan selama periode yang ada. Kerugiannya diakui dalam pendapatan lancar.
·         1965-1975
ARB No.43 memperoleh beberapa pengecualian khusus dalam metode current-noncurrent. Dalam keadaan khusus persediaan dapat ditranslasikan dengan kurs historis. Lebih jauh, translasi mata uang asing seluruh pembayaran dan penerimaan mata uang asing pada kurs saat ini tersebut diperbolehkan setelah accounting principles board opinion No.6 dikeluarkan pada tahun 1965. Perusahaan tersebut memberikan pilihan translasi mata uang asing lain bagi perusahaan dalam ARB No.43
·         1975-1981
Untuk mengakhiri perbedaan metode pada standar translasi mata uang asing sebelumnya, Financial acccounting Standards board (FASB) mengeluarkan FAS No.8 pada tahun 1975. Pernyataan ini secara segnifikan mengubah praktik perusahaan asing AS dalam memasukkan GAAP AS dengan menerima metode translasi mata uang asing kurs sementaraFAS No. 8 ternyata kontroversial. Sementara beberapa menghargai usulan yang teoritis, banyak yang tidak menyetujui atas ditorsi yang ditimbulkan dalam pendapatan perusahaan.
·         1981-sekarang
Pada bulan mei 1978, FASB mengundang komentar masyarakat tentang 12 keputusan pertamanya. FASB mempertimbangkan FAS No.8 dan setelah beragam public meeting dan dua penjelasan berkas, akhirnya mengeluarkan statement of Financial Accounting Standards No.52 pada tahun 1981.

KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK STANDARD NO. 52
Tujuan FAS No.52 berbeda dengan FAS No.8. FAS No. 8 menggunakan sudut pandang induk perusahaan dengan mengharuskan laporan keuangan dalam mata uang asing disajikan seakan-akan seluruh transaksinya terjadi dalam mata uang dolar AS. Standar No. 52 mengakui bahwa baik sudut pandang induk  perusahaan dan anak perusahaan merupakan kerangka dasar pelaporan yang sah. Jadi, aturan-aturan ranslasi baru ini dirancang untuk:
1.      Merefleksikan, dalam laporan konsolidasi, hasil-hasil dan hubungan-hubungan keuangan yang diukur dalam valuta primer yang dipaki oleh masing-masing entitas yang terkondolidasi dalam melakukan bisnisnya.
2.      Menyediakan informasi yang secara umum sesuai dengan damoak ekonomi perubahan nilai tukar yang diharapkan atas arus kas dan ekuitas perusahaan.
Tujuan ini didasarkan pada konsep mata uang fungsional. Penentuan mata uang fungsional menentukan pilihan metode translasi yang digunakan untuk keperluan konsolidasi dan perlakuan terhadap keuntungan dan kerugian kurs yaitu, translasi apabila mata uang lokal merupakan mata uang fungsional.
Tabel kriteria-kriteria valuta fungsioanal


FAKTOR-FAKTOR
EKONOMI
SITUASI-SITUASI YANG
MENYONGKONG VALUTA PERUSAHAAN INDUK SEBAGAI VALUTA FUNGSIONAL
SITUASI-SITUASI YANG MENYONGKONG VALUTA LOKAL SEBAGI VALUTA FUNGSIONAL
Arus kas
Mempangaruhi arus kas perusahaan induk secara langsung dan dapat ditarik kembali ke perusahaan induk saat itu juga
Terutama dalam valuta lokal dan tidak mempengaruhi arus kas perusahaan induk
Harga penjualan
Responsif terhadap perubahan kurs dan ditentukan oleh kompetisi global
Sangat tidak responsif terhadap perubahan kurs dan ditentukan secara substansial oleh kompetisi lokal
Pasar Penjualan
Sebagian besar dalam negara induk dan dalam valuta perusahaan induk
Sebagian besar dalam negara tamu dan dalam valuta lokal
Beban
sangat terkait pada faktor-faktor produktif yang diimpor dari perusahaan induk
Sebagian besar berasal dari lingkungan lokal
Pembiayaan
Terutama dari perusahaan induk atau bergantung kepada induk dalam memenuhi kewajiban hutang
Sebagian besar dalam valuta lokal dan disediakan oleh operasi-operasi lokal
Transaksi Intra Perusahaan
Sering dan ekstensif
Jarang dan tidak ekstensif

Laporan Keuangan Valuta Asing
            Translasi ketika valuta lokal merupakan valuta fungsional. Ketika valuta lokal entitas di luar negeri merupakan valuta fungsionalnya, dan catatan-catatannya dibuat dalam valuta tersebut, prosedur-prosedur kurs berlaku dipergunakan:
1.      Semua aktiva dan kewajiban valuta asing ditranslasikan ke dolar memakai kurs yang berlaku pada tanggal nerca; perkiraan-perkiraan modal ditranslasikan memakai kurs historis.
2.     Pendapatan dan beban ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal transaksi, walaupun kurs rata-rata terimbang boleh digunakan untuk tujuan kenyamanan.
3.     Keuntungan dan kerugian translasi dilaporkan terpisah dalam ekuitas pemegang saham konsolidasi. 
Penyesuaian nilai tukar ini tidak akan masuk ke dalam laporan laba rugi hingga operasi luar negeri tersebut dijual atau nilai investasinya dianggap telah hilang secara permanen.
            Translasi ika dolar ketika dolar AS merupakan valuta fungsional, laporan keuangan valuta asingnya diukur ulang ke dolar memakai metode temporal yang awalnya dianjurakn oleh FAS No. 8 , yaitu sebagai berikut:
1.      Aset dan kewajiban moneter ditranslasikan memakai kurs rata-rata untuk periode yang berlaku pada tanggal laporan keuangan; item-item non-moneter termasuk perkiraan-perkiraan modal ditranslasikan memakai kurs historis.
2.      Pendapatan dan beban ditranslasikan memakai kurs rata-rata untuk periode yang dimaksud kecuali item-ite yang berkaitan dengan item-item non moneter ( misalnya, harga pokok penjualan dan beban deprsiasi ) yang ditranslasikan memakai kurs historis.
3.      Keuntungan dan kerugian translasi dimasukan dalam laba berjalan.

Translasi apabila mata uang asing merupakan mata uang fungsional. Apabila mata uang fungsionalnya adalah mata uang asing lainnya. Dalam situasi ini laporan keuangan pertama - tama disajikan ulang dari mata uang lokal kedalam mata uang fungsionalnya (metode temporal) dan kemudian ditranslasikan kedalam dolar AS dengan menggunkan metode kurs kini.
Pengecualian dalam metode kurs kini adalah untuk anak perusahaan yang berlokasi di tempat-tempat yang memiliki tingkat inflasi kumulatif selam 3 tahun berturut-turut.Dalam kondisi hiperinflasi seperti itu nilai dolar dianggap sebagai mata uang fungsional, sehingga menggunakan metode translasi temporal. Jika suatu entitas memiliki lebih dari satu operasi yang terpisah dan dapat dipisahkan,setiap operasi dapat dianggap sebagai entitas terpisah dengan mata uang fungsionalnya sendiri. Mata uang asing berarti semua mata uang selain mata uang negara yang bersangkutan atau semua mata uang selain mata uang fungsional dari suatu entitas. Mata uang lokal adalah mata uang dari negara tertentu atau mata uang yang dinyatakan dalam kegiatan domestik maupun luar negeri dari negara yang bersangkutan. Mata uang fungsional adalah mata uang yang berlaku di wilayah utama perusahaan.
Sekali mata uang fungsional untuk sebuah entitas asing telah ditetapkan FAS No. 52 mengharuskan mata uang tersebut digunakan secara konsisten kecuali jika terjadi perubahan dalam keadaan ekonomi mengindikasikan bahwa mata uang fungsional telah berubah.
 



Daftar Pustaka
Choi, Frederick D.S and Gary K. Meek. 2010. International Accounting. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.

Sabtu, 29 November 2014

KASUS MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KAI

ETIKA  PROFESI AKUNTANSI
MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)




            Nama Kelompok       :           3   (4EB15)



Nama Kelompok       :           3          (4EB15)

1. Laksmi Pratiwi                    (24211060)
2. Luna Annisa                        (24211154)
3. M.Handy                             (24211198)
4. Marlia Dewi                        (24211313)
5. Michael Yonathan               (24211465)
6. Nadira Widya Widjaja        (25211073)
7. Nuraini                                (25211335)
8. Nurbayina Aisiah                (25211340)








FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014
LATAR BELAKANG KASUS

PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.

Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1.       Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam
laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2.      Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui     manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad    akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3.      Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4.      Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

PEMBAHASAN KASUS
  1. Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI  yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.

  1. Analisis 5 Question Approach:

Profitable

1.      Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.
2.      Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

• Legal

1.      PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar  Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung:
1.      Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana   dan atau cara apa pun;
2.      Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
3.      Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan:
“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

(2) KAP S. Manan & Rekan melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)

• Fair
Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.

1) Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.

2)  Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.

• Right

1)  Hak-hak Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/tidak akurat.

2)  Pemerintah; dirugikan karena pajak yang diterima pemerintah menjadi lebih kecil.

• Suistainable Development

1) Rekayasa yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen (motivasi bonus).

3. Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :

1) Tanggung jawab profesi ;                                                                        
Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2) Kepentingan Publik ;                                                                                
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.

3) Integritas ;                                                                                      
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.

4) Objektifitas ;                                                                                                           
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.

5) Kompetensi dan kehati-hatian  professional ;                            
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.

6) Perilaku profesional ;                                                                   
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.

7) Standar teknis  ;                                                                                                     
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.

4. Sikap Yang Diambil :
    
1)   Manajemen PT KAI
a)  Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.

b)  Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.



2)   KAP S. Manan & Rekan & Rekan
a)    Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi

b)    Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat

c)     Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.

5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang

1)      Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan             kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.

2)      Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan publik.

3)      Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan                siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha          perusahaan.

4)      Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.

5)      Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi          atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya          perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

6)      Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah            proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa           hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi                     perusahaan dari kerugian.

7)      Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi           fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.

8)       Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah              menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud,                tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan                      perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan                 atau  penyalahgunaan asset.

9)      Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan        fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis.             Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian          yang tidak masuk akal
10)    Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil              dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil        untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang         tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun               memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan

11)  Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.



 ANALISIS:
            Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.








Daftar Pustaka :

Agoes, Sukrisno dan I Cendik Ardana. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat. 2009

Leonard J. Brooks. Business & Professional Ethics for Accountans. South Western Collage Publishing. 2004

IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia. 1998

www.google.com
Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006




 LAMPIRAN

Soal
1.     Setya Nugroho (kelompok 6)
Pihak mana yang merugikan laporan keuangan PT KAI, tersebut?
2.    Zacky Hazazi (kelompok 5)
Data apa saja yang dimanipulasikan oleh PT KAI?
3.    Ibu Erna
Setelah melakukan salah saji  dalam laporan keuangan yang sudah di audit. Apa yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki laporan keuangan yang sudah di audit?

Jawaban
1.      Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
2.      Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.

3.      Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.




















CONTOH KASUS ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Kasus  Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Setiap profesi pasti memiliki sebuah etika atau hal-hal yang harus di patuhi. Dengan adanya etika setiap tindakan atau perbuatan yang akan dilakukan harus dipikirkan terlebih dahulu agar dalam bertindak tidak semena-mena. Di dalam akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Sedangkan Profesi itu sendiri mengandung arti suatu bidang yang sedang dijalankan oleh seseorang. Sebuah etika profesi mengambil peranan penting dalam kebenaran dan kejujuran atas kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan adanya pembuatan kode etik dalam suatu profesi, sehingga cakupannya dapat diterima secara luas oleh semua yang menggeluti profesi itu.
Tetapi karena jaman yang semakin maju hal ini memberikan dampak yang negatif pula. Banyak kasus-kasus penyimpangan kode etik profesi yang kian banyak terjadi. Padahal telah dijabarkan secara jelas mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah disepakati.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Contoh Kasus
Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan public yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa publik tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan public dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan public, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan public dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan public.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan public tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
·         Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
·         Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
·         Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
·         Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi.
·         Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.

3.2  Saran
Untuk mengatasi masalah seperti ini, solusi yang paling efektif adalah dengan memberlakukan sanksi atas pelanggaran terhadap kode etik. Jadi, menurut kami, cara yang ditempuh oleh IAI dan juga Kemenkeu sudah tepat. Penerapan sanksi dalam pelanggaran kode etik diharapkan akan memberikan efek jera, sehingga akan mengurangi terjadinya kasus-kasus semacam ini.
Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari akuntan publik harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.

Sumber : http://ambar-kusnandi.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html